TULISAN ALDA

Sabtu, 07 Januari 2012

Haruskah Bahasa Daerah Punah Karena Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia?

Pulang kampung merupakan saat yang sangat menyenangkan. Apalagi pulang kampung karena ada acara pesta pernikahan ponakan. Semua keluarga besar pasti berkumpul. Seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
Ramai sekali di rumah. Sampai-sampai untuk tidur saja susah. Terpaksa dimanfaatkan semua ruangan yang ada. Maklum kami adalah keluarga besar 7 orang bersaudara ditambah saudara sepupu dan keluarga dekat lainnya dengan pasangan masing-masing beserta anak-anak.
Kalau sudah berkumpul, pasti seru. Sampai tengah malam belum tidur, karena asyik bercerita. Anak-anak juga tak kalah gembiranya ngobrol dan bermain bersama.
Ada satu hal yang menarik perhatian. Saat berkumpul, semua anak-anak menggunakan bahasa Indonesia. Baik yang tinggal diperantauan maupun yang tinggal di kampung. Kami sesama orang tua ngobrol pakai bahasa daerah. Tapi kalau ngobrol bersama anak-anak otomatis semuanya berbahasa Indonesia. Kenapa? Karena anak-anak kami yang tinggal di rantau semuanya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dan tidak bisa berbahasa daerah.
Saya jadi ingat waktu baru punya anak. Karena tinggal di rantau, saya dan suami memutuskan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Sehingga begitu anak-anak mulai bergaul dengan lingkungan sekitar, tidak ada masalah dalam berkomunikasi. Apalagi kalau sudah masuk dunia sekolah yang jelas menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, berhubung kami tinggal di Jakarta, tidak salah kalau bahasa sehari-harinya bahasa Indonesia.
Ada lagi yang menarik perhatian saya. Anak-anak tinggal di kampung tidak ada rasa canggung dalam berbicara pakai bahasa Indonesia. Tidak seperti saya waktu kecil dulu. Kalau ada saudara dari rantau yang tidak bisa bahasa daerah, saya sangat canggung sekali bicara dengan mereka. Karena lidah saya kaku, tidak biasa berbahasa Indonesia.
Setelah saya selidiki, ternyata ponakan-ponakan saya yang tinggal di kampungpun menggunakan bahasa Indonesia dalam sehari-hari. Alasan orang tuanya, biar anak-anak terbiasa dan tidak canggung untuk bicara dengan siapapun, juga kalau nanti anak-anak sekolah, kuliah ataupun kerja di rantau akan semakin mudah berkomunikasi. Satu lagi alasannya, kalau menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, kesannya lebih maju dan lebih keren. Begitu pendapat mereka.
Keadaan seperti ini bukan hanya pada keluarga saya. Kalau diperhatikan masyarakat di sekitar lingkungan daerah saya, juga banyak yang demikian.
Sepertinya bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dan bahasa persatuan sudah begitu kokoh kedudukannya. Ini merupakan hal luar biasa, karena dengan bahasa persatuan ini komunikasi bisa jalan dengan seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Tapi yang memprihatinkan dengan kondisi ini, bahasa daerah semakin tidak dipakai dalam masyarakat. Padahal bahasa daerah merupakan kekayaan budaya Indonesia yang sangat berharga.
Sesuai dengan data dari Kementrian Pendidikan Nasional, ada 746 bahasa daerah seluruhnya di Indonesia. Kalau tidak ada upaya dari kita semua, kemungkinan bahasa-bahasa tersebut akan punah dan diperkirakan hanya 10 % yang tetap bertahan diakhir abad 21 ini.
Ini yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah ini. Salah satu solusinya mungkin dengan diadakannya mata pelajaran bahasa daerah sebagai kurikulum wajib di sekolah. Bahasa yang di ajarkan sesuai dengan daerah masing-masing dan khusus untuk Jakarta mungkin ada beberapa pilihan bahasa daerah dan siswa bisa memilih bahasa apa yang akan dipelajarinya. Atau mungkin dengan metode lain.
Selain itu, kita sendiri juga sudah seharusnya mulai mengenalkan bahasa daerah kepada anak-anak, sekalipun kita tidak tinggal di daerah sendiri. Kalau di sekolah dan lingkungan, anak-anak sudah biasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, maka sebaiknya di rumah mulailah menggunakan bahasa daerah. Sehingga bahasa daerah tidak punah dan akan memperkaya kemampuan berbahasa anak-anak.




sumbar :
http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/31/haruskah-bahasa-daerah-punah-karena-bahasa-persatuan-bahasa-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar