TULISAN ALDA

Sabtu, 07 Januari 2012

Bahasa Indonesia, Semakin Kurang Dihormati?

Hampir 83 tahun yang silam, Sumpah Pemuda diikrarkan dalam Kongres Pemuda Indonesia kedua pada tanggal 28 Oktober 1928. Masih adakah relevansi Sumpah Pemuda bagi Republik Indonesia saat ini? Setiap warga negara Indonesia tentu punya pemahaman dan jawaban yang berbeda-beda. Bagaimana dengan salah satu butir dari Sumpah Pemuda yang begitu lantangnya diikrarkan oleh para pendahulu kita, yaitu "Kami putra putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia?"
Tak dapat diganggu gugat sama sekali bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku, adat istiadat, budaya dan agama. Lalu apa yang terjadi dengan Bahasa Indonesia dewasa ini? Tengoklah mal-mal yang terus dibangun di kota-kota besar di republik ini, para pemiliknya memilih nama-nama yang sangat tidak Indonesia. Misalnya saja mal yang masih relatif baru di kawasan Serpong, Banten, lalu mal yang memiliki bangunan besar dekat dengan kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat dan masih banyak lagi pusat-pusat perbelanjaan yang bangga dengan nama berbahasa Inggris.
Dengan kita memasuki sebuah mal yang memiliki nama berbahasa Inggris, apakah serta merta kita seperti berada di luar negeri? Mungkin saja para pemilik mal punya argumentasi bahwa dengan menggunakan nama berbahasa Inggris, mal menjadi lebih bergengsi dan lebih menarik bagi pengunjung. Nah, kosa kata mal sendiri merupakan terjemahan dari kata mall dalam bahasa Inggris. Argumentasi lain bisa saja mengatakan bahwa penamaan mal dengan bahasa Inggris semata-mata hanya untuk kepentingan bisnis. Selain pusat-pusat perbelanjaan, rumah sakit-rumah sakit juga berlomba-lomba menggunakan namanya dengan kata dari bahasa Inggris.
Yang begitu merajalela adalah pemakaian bahasa Inggris yang dilakukan banyak pengembang kawasan permukiman. Wilayah Jabodetabek sangat didominasi dengan perumahan-perumahan yang menggunakan kata-kata dari bahasa Inggris seperti park, green, forest misalnya. Sudah menjadi pemandangan umum sejak tahun 2004, presiden Susilo Bambang Yudhoyono memantapkan dirinya sebagai presiden RI yang paling banyak menggunakan kata-kata atau kalimat dalam bahasa Inggris saat berbicara atau berpidato. Citra memang menjadi komoditi penting yang diusung oleh presiden kita yang satu ini dan salah satunya citra seorang kepala negara yang piawai berbahasa Inggris-lah yang jelas ingin ditonjolkan.
Belum lagi acara-acara di berbagai kanal televisi swasta yang dipenuhi nama-nama program berbahasa Inggris juga. Nama-nama program yang ditayangkan memang beragam dari wawancara membahas topik tertentu atau topik terkini, hiburan berupa paduan gerak dan lagu plus komedi serta masih banyak lagi. Dari sektor pendidikan, sekolah-sekolah yang mengaku sebagai institusi internasional tentu saja mengajarkan bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran dari kurikulum mereka. Hal ini sah-sah saja dalam upaya mempersiapkan generasi muda kita agar dapat menyerap derasnya pengetahuan dari manca negara sehingga mereka akan sanggup bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Namun demikian sangat disayangkan, pada sekolah-sekolah bertaraf internasional seperti ini khususnya di tingkat pendidikan terendahnya yaitu taman kanak-kanak, lagu-lagu yang diajarkan dalam mata pelajaran musik umumnya lagu-lagu berbahasa Inggris. Sungguh ironis lirik lagu-lagu berbahasa Inggris tersebut rata-rata tidak selaras dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan anak-anak.
Para pendahulu kita yang berjuang merintis kemerdekaan selama masa kolonial sudah berpikir keras sebelum akhirnya mampu meletakkan dasar-dasar berbangsa dan bernegara yang kuat. Karena itu penggunaan bahasa Inggris haruslah dijalankan secara cermat, cerdas dan bijaksana sesuai kebutuhan. Bukan seperti sekarang ini, dimana pemakaian bahasa Inggris cenderung berlebihan dan tidak pada tempatnya, sehingga mengesankan adanya ketidakpercayaan diri pada diri sebuah negara dan bangsa bernama Indonesia. Bahkan dengan mudah berdalih karena dampak globalisasi, mau tak mau bahasa Inggris patut menjadi pilihan untuk memoles apapun supaya tampak menarik. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar bisa disimak pada lagu-lagu ciptaan komposer legendaris Ismail Marzuki, misalnya dalam karya besarnya "Indonesia Pusaka" yang liriknya seperti ini: "Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya, Indonesia sejak dulu kala, slalu dipuja-puja bangsa, di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda, tempat berlindung di hari tua, sampai akhir menutup mata." Tak pelak lagi seorang Ismail Marzuki menggunakan hatinya disertai penjiwaan terhadap negerinya dalam menciptakan lagu yang abadi seperti ini. Tentu saja kita semua sebagai warga negara Indonesia tak perlu menjadi komposer seperti beliau, marilah sesuai dengan kapasitas kita masing-masing di berbagai bidang, jangan pernah berhenti menjaga pemakaian bahasa Indonesia dengan cermat, cerdas dan bijaksana!

sumber :
http://www.tnol.co.id/id/spiritual-psychology/11527-bahasa-indonesia-semakin-kurang-dihormati.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar