TULISAN ALDA

Kamis, 30 Desember 2010

Koperasi Dalam Demokrasi Ekonomi Indonesia


PDF Print
Muhammad Taufiq

Tanggapan atas tulisan Prof. M. Dawam Rahardjo: EKONOMI POLITIK PERKOPERASIAN INDONESIA

Banyak hal mendasar yang diulas dalam tulisan Prof. M. Dawan Rahardjo tersebut. Mulai dari pengertian koperasi sebagai organisasi demokrasi, sampai pada penjenisan usaha yang layak dijadikan andalan untuk bisa tampil sebagai kandidat developing cooperatives dalam skala global. Tidak ketinggalan mengenai persepsi ekonom politik umum tentang koperasi sebagai konsep mikro dengan ”usaha bersama” sebagai konsep makro. Dalam tataran persepsi ekonomi politik Indonesia, koperasi sejak dahulu memang selalu menarik untuk diperdebatkan dan tidak mudah mendapatkan kesimpulan yang kemudian dapat dijadikan acuan bersama dalam membangun koperasi Indonesia.
Pada makalahnya di halaman 2 alinea 3, Prof. Dawam Rahardjo menegaskan bahwa ”sebenarnya koperasi itu harus dikembangkan dalam kerangka Demokrasi Ekonomi”. Namun di negara-negara maju-pun wacana tentang Demokrasi Ekonomi baru berkembang belakangan pada akhir dasawarsa ’90an, sehingga di Indonesia perlu diaktualisasikan wacana teori ekonomi politik dalam menafsirkan konstitusi ekonomi Indonesia dan UUD 1945. Hal ini sangat penting karena sejak proses amandemen UUD 1945, terus terjadi perdebatan tentang demokrasi ekonomi yang sangat tajam. Prof. Dawam Rahadjo dan Prof. Mubiarto terpaksa mengundurkan diri dalam proses perumusan amandemen Pasal 33 UUD 1945. Kemungkinan karena tidak tahan menghadapi perdebatan dengan para ekonom muda yang telah terkontaminasi pemikiranya dengan faham demokrasi liberal dan tidak mau peduli dengan kondisi sosial budaya bangsanya sendiri.
Faktanya koperasi memang lebih banyak berkembang dalam skala besar di negara-negara yang menganut faham demokrasi liberal dari pada di negara-negara sosialis. Di negara maju yang menganut faham demokrasi liberal seperti Amerika Serikat dan Eropa, selain karena faktor perkembangan perekonomiannya juga karena adanya kesetaraan tingkat pendidikannya. Selain itu kesejangan budaya dan keyakinannya juga tidak setajam yang dihadapai bangsa Indonesia. Keberhasilan mereka mengembangkan pendidikan dan infrastruktur perekonomian bagi seluruh penduduknya juga tidak terlepas dari hasil penjajahan yang telah mereka lakukan atas bangsa lainnya. Adanya kesetaraan tingkat pendidikan, memudahkan mereka untuk membangun kesadaran bersama bahwa satu-satunya cara terbaik untuk menghindari kehancuran bersama akibat persaingan bebas adalah bekerjasama sebagaimana yang ditegaskan dalam tulisan G. Hardin (1967) tentang “The Tragedy of Common”. Faham persaingan bebas itu dikembangkan untuk negara-negara lain, bukan bagi mereka sendiri. Sampai saat inipun mereka masih menganut politik adu-domba. Bangsa Indonesia yang telah lama mengalami penderitaan akibat korban politik adu domba sejak jaman penjajahan, sampai sekarangpun kita sulit untuk menghindarinya.
Jika disimak dengan seksama sebenarnya sejak awal Panitia Perancang UUD 1945 secara tegas telah menolak demokrasi liberal. Dalam Rapat Besar Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 15 Juli 1945 Prof. Mr. Dr. Soepomo menyimpulkan bahwa: ”Sistem demokrasi liberal itu sebagai penjelmaan paham individualisme ialah sistem yang menyebabkan kemerdekaan dunia, menyebabkan imperialisme dan peperangan antara segala manusia. Oleh karena itu panitia menolak sistem demokrasi liberal. Dengan menerimanya dasar kekeluargaan sebagai dasar negara kita harus menolak sistem parlementer”.
Alasan penolakan paham tersebut sangat jelas, Bangsa Indonesia tidak ingin seperti Eropa ataupun AS yang menganut faham individualisme dan menimbulkan penjajahan, penindasan, pemerasan dan peperangan antar sesama manusia. Bangsa Indonesia mengendaki terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab (sila ke-2) dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Mengenai perihal keadilan sosial ini, Ir. Soekarno  menegaskan bahwa:
”Keadilan sosial inilah protes kita yang maha hebat kepada dasar individualisme... maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita dengan faham kekeluargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong dan keadilan sosial, ENYAHKANLAH tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya”.
”Kita rancangkan Undang-Undang Dasar dengan kedaulatan rakyat dan bukan kedaulatan individu. Kedaulatan rakyat sekali lagi, dan bukan kedaulatan individu. Inilah menurut faham Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, satu-satunya jaminan, bahwa bangsa Indonesia seluruhnya akan selamat di kemudian hari. Jikalau faham kita inipun dipakai oleh bangsa-bangsa lain, itu akan memberi jaminan akan perdamaian dunia yang kekal dan abadi”.
Dengan penegasan di atas menunjukkan bahwa kesadaran tentang pentingnya kerjasama dalam mewujudkan keadilan sosial, sebenarnya telah lama diamanahkan oleh para pendiri NKRI, tetapi justru hal itulah yang sering diabaikan. Masih banyak para elit bangsa kita, yang merasa bangga karena mampu meniru ataupun menyuarakan kepentingan bangsa lain yang lebih maju, bahkan merasa hebat jika bisa mencemooh dan mengolok-olok bangsanya sendiri.

DEMOKRASI EKONOMI YANG DISESATKAN
Demokrasi dalam bahasa kamus kontemporer berarti sistem pemerintahan yang seluruh rakyat turut serta memerintah dengan perantara wakilnya. Kekuasaan atau kedaulatan tertinggi dalam pemerintahan di tangan rakyat.  Dengan pengertian ini, seharusnya mudah bagi kita untuk memahami penjelasan Pasal 33 UUD 1945. Ditegaskan bahwa dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam demokrasi ekonomi itu, seluruh rakyat mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 27  ayat (2)  UUD 1945. Dengan demikian seharusnya tidak boleh ada pengangguran dan kemiskinan.
Celakanya penjelasan tentang demokrasi ekonomi yang demikian lugas telah dihapus dalam amandemen UUD 1945. Dengan menghapuskan penjelasan itu, akan memudahkan bagi mereka untuk menyesatkan demokrasi Indonesia, terutama oleh mereka.yang berkepentingan atas pokok-pokok kemakmuran rakyat Indonesia. Dengan demokrasi yang sesat, sumberdaya ekonomi akan lebih mudah dikuasai untuk kepentingannya sendiri atau kepentingan bangsa lain yang membiayainya sehingga dapat menjadi penguasa. Akibatnya masih banyak rakyat Indonesia yang miskin bahkan terpaksa menjadi pengangguran di tanah air yang kaya raya dengan sumber kemakmuran rakyat.
Dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara masih banyak yang mengabaikan perbedaan pengertian rakyat dengan individu atau orang perseorangan. Menurut kamus Bahasa Indonesia Kontemporer yang disusun oleh Peter Salim dan Yenny Salim (1995), rakyat adalah segenap penduduk suatu negara. Sedangkan individu adalah orang perseorangan. Rakyat digunakan untuk kepentingan yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan individu untuk kepentingan orang perseorangan, kelompok atau golongan. Meskipun rakyat terdiri dari individu orang perseorangan, tidak berarti bahwa demokrasi ekonomi atau kedaulatan ekonomi di tangan rakyat adalah sama dengan penjumlahan kedaulatan ekonomi yang dikuasai oleh para individu orang perseorangan.
Kedaulatan individu dilandasi oleh faham individualisme dan liberalisme diyakini mengandung potensi konflik kepentingan yang selalu membahayakan dan menjadi ancaman bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Faham individualisme dan liberalisme sebagaimana yang diajarkan oleh Rousseau, Montesquieu, Hobbes, Lock, dan Immanuel Kant didasari oleh ”keabadian kepentingan” yang oleh Adam Smith digambarkan sebagai ”homo-economicus atau manusia-ekonomi”. Sebagai ”homo-economicus”, manusia senantiasa mengejar kepentingannya guna memperoleh manfaat atau kenikmatan yang sebesar-besarnya dari apa saja yag dimiliki. Mereka sangat rasional, egois dan serakah. Untuk mengejar kepentingannya mereka saling berkompetisi memperebutkan kekuasaan berbagai sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kepentingannya baik secara individu, kelompok atau golongan.
Perebutan kekuasaan baru akan berhenti ketika terjadi keseimbangan kekuatan atau tumbuhnya kesadaran untuk bekerjasama dalam memenuhi kepentingannya secara bersama-sama, sebagaimana yang telah dialami oleh negara-negara maju. Meskipun persaingan perebutan berhenti, namun didalamnya masih mengandung potensi konflik kepentingan yang sewaktu-waktu akan muncul dengan berbagai macam cara baik yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan. Dalam kondisi yang demikian akan sering timbul gejolak yang meresahkan, terutama bagi bangsa yang majemuk dan memiliki perbedaan tingkat pendidikan maupun kemampuan ekonomi yang sangat timpang sepertinya halnya Indonesia. Banyak ”akal-akalan”, ”pesekongkolan” ataupun ”teror” yang terus berkembang,  baik untuk mempertahankan diri ataupun untuk memperluas kekuasaan atas sumberdaya ekonomi yang tersedia. Dalam faham ini, kehormatan individu atau kelompok ditentukan oleh besaran kekuasaannya atas orang atau bangsa lain (survival of the fittest). Oleh karena itu para penganut faham ini dapat melakukan tindakan penjajahan, penindasan, penjarahan ataupun penghisapan atas orang atau bangsa lain tanpa beban perasaan bersalah.
Tanpa disadari banyak pendidikan yang sengaja diberikan kepada para intelektual yang dipersiapkan sebagai elit pembaharu (modernizing elite) untuk menerapkan faham individualisme dan liberalisme. Melalui pendidikan itu, mereka mengharapkan dapat meniru keberhasilan Belanda menjajah dan menguras kekayaan rakyat Indonesia dalam kurun waktu yang sangat lama. Pada masa penjajahan Belanda, rakyat diadudomba melalui para raja atau pemimpin lokal. Saat ini rakyat Indonesia diadudomba melalui elit politik, elit penguasa, elit pengusaha dan bahkan melalui para pemuka agama. Perebutan kekuasaan melalui pemungutan suara (voting) yang digerakkan dengan politik uang, terbukti sangat efektif untuk mengadu domba rakyat Indonesia. Akibatnya banyak energi rakyat Indonesia, baik yang berupa kekuatan fisik, kecerdasan intelektual dan spiritual serta kekayaan sosial dan material yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan, menjadi sia-sia karena intensitas konflik kepentingan yang berkepanjangan di antara sesamanya dalam perebutan kekuasaan atas berbagai sumberdaya  ekonmi yang tersedia.
Dalam acara ”World Movement for Democracy” di Jakarta pada tanggal 12 April 2010, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menegaskan bahwa politik uang akan menghancurkan demokrasi. Makin besar politik uang, makin sedikit aspirasi rakyat yang diperjuangkan pemimpin politik. Para pemimpin yang menang berkompetisi melalui politik uang akan mengabdi pada pihak yang membiayai, bukan untuk memenuhi kepentingan rakyat yang memilihnya. Hasilnya adalah ”demokrasi jadi-jadian”. Bukan demokrasi yang sebenarnya. Kekuasaan tertinggi tidak lagi di tangan rakyat, melainkan di tangan pengusaha lokal maupun asing yang membiayai penguasa pemerintahan yang terpilih melalui politik uang.
Maraknya politik uang ternyata tidak hanya berpotensi menghancurkan demokrasi, menghancurkan sistem pemerintahan oleh rakyat, tetapi juga menghancurkan sistem ketahanan sosial dan ekonomi bangsa. Akibat politik uang, persaingan antar kelompok masyarakat baik melalui partai politik, lembaga ekonomi maupun berbagai bentuk lembaga masyarakat yang lain, semakin sulit dikendalikan, kecuali dengan uang. Persaingan tersebut tidak hanya menimbulkan permusuhan dan saling tidak percaya (distrust), tetapi juga menimbulkan ”disharmony” antar individu dan antar lembaga pemerintahan yang berpotensi melemahkan fungsi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif maupun daya saing perekonomian bangsa. Banyak orang tidak menyadari bahwa politik uang yang dikembangkan melalui partai politik adalah bagian dari strategi baru politik ”adu domba” dari para penganut faham liberalisme. Faham yang menghalalkan segala cara untuk menguras, merampas, menindas dan memeras dengan melanggengkan kekuasaan politik dan penguasaan atas sumberdaya ekonomi yang tersedia.
Politik uang telah menghasilkan ”demokrasi jadi-jadian”. Seolah-olah demokrasi padahal yang sebenarnya berkembang adalah liberalisasi. Kekuasaan tertinggi pemerintahan tidak di tangan rakyat, tetapi di tangan penguasa yang ”bersekongkol” dengan para pengusaha. Keterbukaan dan kejujuran yang menjadi prasyarat terwujudnya sinergi kekuatan bangsa, tercabik-cabik oleh politik ”akal-akalan” yang menyesatkan dan menipu rakyat. Akibatnya kekayaan sumberdaya alam yang luar biasa, kreatifitas budaya dan kekayaan intelektual bangsa Indonesia yang seharusnya dapat dijadikan modal dasar untuk melindungi, mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat, justru menjadi sumber bencana yang justru merugikan rakyat. Makin banyak hutang negara yang mengakibatkan pemimpin bangsa menjadi tidak berdaya, makin banyak rakyat yang menderita, tetapi banyak pula yang tega berfoya-foya tanpa rasa malu ataupun bersalah.

KOPERASI DALAM DEMOKRASI EKONOMI (INDONESIA)
Dalam pandangan para Panitia Perancang Undang-Undang Dasar 1945 (Asli) manusia bukanlah ”homo-economicus” yang rasional, egois dan serakah. Manusia adalah ”wakil Allah di muka bumi”. Keberadaan manusia tidak untuk saling menguasai, tetapi untuk saling memberi manfaat baik bagi sesamanya maupun bagi makhluk Allah yang lainnya. Manusia diciptakan untuk memberi rahmat bagi alam seisinya. Oleh karena itu setiap manusia diberi otoritas untuk mewakili-Nya dalam urusan keduniaan. Untuk itu setiap manusia dibekali dengan kekuatan fisik, kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual dan kecerdasan sosial yang kadarnya berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan kadar kekuatan dan kecerdasan itu diberikan, karena setiap manusia diberi peran sesuai dengan yang diamanahkan-Nya. Dengan adanya perbedaan peran itulah terbuka potensi untuk saling berbagai, saling melengkapi dan saling memberi manfaat di antara sesamanya, sehingga setiap manusia dapat menjalankan peran yang diamanahkan-Nya sebaik mungkin yang mampu diusahakannya. Kehormatanya ditentukan oleh besaran kemampuannya memberi manfaat bagi orang atau bangsa lain.
Berdasarkan keyakinan itulah, maka para Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang terdiri para tokoh pejuang kemerdekaan yang tidak diragukan kualitas kecerdasan spiritualnya, kecerdasan intelektualnya dan kecerdasan sosialnya, secara musyawarah mufakat menetapkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Dasar negara yang mencerminkan faham kekeluargaan, tolong-menolong, gotong-royong dan keadilan sosial bagi sesama wakil Allah di muka bumi. Dengan faham ini, maka kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sebagaimana ditegaskan pada Sila ke-4 dalam Pancasila.
Kalau hakekat demokrasi ekonomi mengacu pada pembuatan keputusan atau kebijakan ekonomi dengan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh rakyat, maka Sila ke-4 Pancasila dapat dipandang sebagai unsur inti Demokrasi Ekonomi (Pancasila). Berdasarkan Sila ke-4 ini, seluruh rakyat diberi kesempatan untuk ikut dalam proses membuat keputusan dalam mengelola sumberdaya ekonomi dalam forum permusyawaratan untuk mencapai konsensus permufakatan, sebagaimana halnya koperasi dalam menyelenggarakan rapat anggota.
Pada Rapat Besar BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin menegaskan bahwa dasar permusyawaratan itu memberi kemajuan kepada umat yang hidup dalam negara, karena tiga hal. Pertama, dengan dasar permusyawaratan itu manusia memperhalus perjuangannya dan bekerja atas jalan ke-Tuhan-an dengan membuka pikiran dalam permusyawaratan sesama manusia. Kedua, oleh permusyawaratan maka negara tidak dipikul oleh seorang manusia atau pikiran yang berputar dalam otak sebuah kepala, melainkan dipangku oleh segala golongan, sehingga negara tidak berpusing di sekeliling seorang insan, melainkan sama-sama membentuk negara sebagai suatu batang tubuh yang satu-satu sel mengerjakan kewajiban atas permufakatan yang menimbulkan perlainan atau pembedaan kerja untuk kesempurnaan seluruh badan. Ketiga, permusyawaratan mengecilkan atau menghilangkan kekhilafan pendirian atau kelakuan orang seorang, sehingga permusyawaratan membawa negara kepada tindakan yang betul dan menghilangkan segala kesesatan.
Dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 tersebut di atas ditegaskan bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Dalam hal ini koperasi dapat diterjemahkan sebagai konsep makro maupun mikro. Dalam konsep makro, spirit koperasi seharusnya dijadikan dasar untuk membangun sinergi para pelaku ekonomi bangsa, baik yang berbentuk lembaga koperasi, BUMN, maupun swasta. Dalam konsep mikro, koperasi seharusnya mampu mensinergikan segenap potensi ekonomi para anggotanya, sehingga memiliki kekuatan daya hidup untuk mensejahterakan anggota dan peduli terhadap lingkungannya.
Sebagaimana yang diyakini oleh para pegiat koperasi di Jepang, jika koperasi kalah bersaing dengan swasta, artinya masih ada persoalan dalam mamajemen koperasi. Oleh karena itu mereka terus menerus berusaha memperbaiki sistem manajemennya agar mampu beradaptasi dan mengembangkan inovasi untuk memenangkan persaingan global. Oleh negaranya koperasi diberi kepercayaan untuk mengelola sumberdaya ekonomi yang menguasai hajat orang banyak seperti sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, sektor asuransi dan keuangan. Begitu juga yang dilakukan oleh Korea Selatan maupun negara lain yang menyakini koperasi mampu mengembangkan demokrasi ekonomi dan berkembang dalam skala besar di tingkat global.
Bagi Indonesia koperasi memang tidak diharapkan mampu terbang tinggi bagaikan seekor elang yang mampu memangsa ikan di tengah lautan. Koperasi Indonesia diharapkan seperti lebah yang bersayap kecil, tetapi mampu menghasilkan madu yang menyehatkan kehidupan rakyat Indoesia. Untuk itu yang lebih diperlukan adalah pendidikan yang terus menerus tidak hanya bagi para penyelenggara pemerintahan tetapi juga bagi seluruh rakyat tentang jati diri bangsa dan pentingnya amanah konstitusi untuk menegakkan demokrasi ekonomi untuk menjamin keadilan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Jakarta, 12 Juli 2010
sumber dari : http://www.coop-indonesia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=85&Itemid=104
 

Sekilas Tentang Koperasi Global Anand Krishna

Bung Hatta
"Apabila kita membuka UUD 45 dan membaca serta menghayati isi pasal 38, maka nampaklah di sana akan tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuan ialah menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Perekonomian
sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga. Di sini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, antara pemimpin dan pekerja. Segala yang bekerja adalah anggota dari koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya itu. Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para anggota koperasi sama-sama bertanggung jawab atas koperasi mereka. Makmur koperasinya, makmurlah hidup mereka bersama, rusak koperasinya, rusaklah hidup mereka bersama." (Bung Hatta - Bapak Koperasi Indonesia)
"Didasari oleh semangat spiritualitas, berlandaskan kekeluargaan dan kesadaran untuk melayani sesama dan berdikari secara ekonomi, Koperasi Anand Krishna bertekad menjadikan koperasi sebagai salah satu wahana spiritual untuk belajar mengatasi ego kepemilikan guna belajar sejahtera bersama dengan cara gotong royong dan melaksanakan kegiatan ekonomi tanpa saling berusaha mematikan usaha anggota lainnya." (Anand Krishna - Penggagas Koperasi Global Anand Krishna)

sumber dari : http://www.anandkrishnacooperation.org/

Kemana Koperasi Indonesia

Koperasi Indonesia di era reformasi ini tampaknya sudah tidak terlalu terdengar lagi dan apakah masih sesuai sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, bukannya jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya bahkan dimasa lalu Koperasi diharapkan menjadi soko guru perekonomian nasional.

Koperasi di Masa Lalu

Koperasi awal mulanya dibentuk oleh masyarakat Indonesia yang dimulai di Purwokerto dan terus berkembang pula di Tasikmalaya dan daerah-daerah lainnya  namun dalam perjalanan selanjutnya inisiatif perkembangannya banyak dilakukan oleh Pemerintah, sehingga timbul kesan bahwa Koperasi hanya merupakan alat Pemerintah untuk kepentingan politiknya. Sejak adanya Lembaga Menteri Muda Urusan Koperasi yang meningkat menjadi Departemen Koperasi, koperasi dikembangkan dengan sistem “top down – bottom up” memberikan fasilitas dan kemudahan dari atas dengan harapan adanya pertumbuhan kelembagaan dari bawah. Ternyata harapan tersebut tidak tercapai walaupun telah diupayakan melalui program Koperasi Mandiri. Kelembagaan Koperasi seperti rapuh karena mengutamakan fasilitas usaha yang banyak dimanfaatkan oleh sekelompok pengurusnya tanpa ada keterkaitan usaha dengan anggotanya, titik jenuh pengembangan Koperasi nasional terjadi diawal reformasi karena pengembangan usaha yang berlebihan, yang tidak  didukung dengan kekuatan kelembagaan yang memadai. Koperasi semakin surut  dan tidak menarik lagi bagi mass media untuk bahan pemberitaannya, disisi lain harapan untuk mensinergikan Usaha Kecil dan Menengah dengan Koperasi dirasakan malah meminggirkan Koperasi, perbincangan nasional mengenai Pembinaan Pengusaha Kecil terus berkembang menjadi Usaha Kecil Mengengah bahkan Pimpinan Kementrian Koperasi dan UKM jarang berbicara Koperasi yang ditampilkan UKM yang terus berkembang menjadi Usaha Mikro Kecil dan Menengah, rasanya Koperasi semakin terpinggirkan.
Permasalahan

Koperasi sebagai Badan Hukum selalu dipermasalahkan penyebab kelemahan, padahal kekuatan Koperasi mengutamakan kumpulan orang dalam kebersamaan bukannya kekuatan modal, karena itu masalah utama sulitnya perkembangan Koperasi di Indonesia sangat terkait erat dengan kualitas sumber daya manusianya, yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya seperti yang dapat kita lihat data yang diperoleh dari BPS sampai dengan tahun 2006 sebagai berikut :
Persentase penduduk berumur 10 tahun keatas dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan tahun 2006

Tipe Daerah/      Tdk/blm  Blm tmt      SD/                             SMP/        SMA/          PT         Jml
Jenis Kelamin     Sekolah      SD        sederajat                    sederajat  sederajat
(1)                    (2)             (3)             (4)        (Jml) (5)             (6)             (7)           (8)
Perkotaan
Laki-laki                     12,74      19,05         19,68        51,47 15,87          25,47         7,19         100
Perempuan                14,88      20,17         21,59        56,64 16,10          21,29         5,96         100
L/P                              13,81      19,61         20,63        54,05 15,99          23,38         6,58         100
pedesaan
Laki-laki                     16,69      27,74         30,23        74,66 14,11            9,76         1,47         100
Perempuan                21,62      28,31         29,78        79,71 12,29            6,77         1,23         100
L/P                              19,14      28,02         30,00        77,16 13,21            8,27         1,35         100
Kota/Desa
Laki-laki                     14,98      23,97         25,65         64,60 14,88           16,58        3,95         100
Perempuan                18,67      24,75         26,20         69,62 13,96           13,12        3,30         100
L/P                              16,82      24,36         25,92         67,10 14,42           14,85        3,63         100

Data diatas dapat dikembangkan dari berbagai aspek kehidupan yang harus dihadapi masyarakat Indonesia, disini yang kita lihat aspek ekonomi yang erat kaitannya dalam pengembangan Koperasi sebagai organisasi ekonomi masyarakat yang demokratis berdasarkan rasa dan komitmen kebersamaan untuk menghadapi pelaku ekonomi lain yang lebih kuat. Namun dapat dibayangkan 67,10 % penduduk Indonesia hanya tamatan SD ditambah 14,42 % tamatan SMP dengan 81,52 %, SDM yang berkualitas seperti itu jangan terlalu berharap adanya kebersamaan karena hampir umumnya masyarakat kita dikalangan bawah pendapatan hari ini untuk makan hari ini, sedangkan untuk besok gimana besok. Ditambah kehidupan sehari-hari kegiatan konsumtif lebih dominan dibanding kegiatan produktif, terasa beban hidup semakin berat. Keterbatasan kemampuannya didalam melaksanakan aktivitas ekonominya lebih banyak berpikir dan bersikap sangat sederhana  sehingga tidak jarang akhirnya mereka dikuasai oleh orang pintar yang memanfaatkan kesederhanaan tindakannya. Kualitas SDM di perkotaan dan pedesaan sangat timpang laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dan biasanya perempuan selalu diposisi  paling lemah padahal perkembangan yang terjadi saat ini laki-laki atau perempuan mempunyai tanggung jawab ekonomi yang sama.
Atas dasar itu seharusnya Koperasi dibangun karena Koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk menghimpun kekuatan ekonomi mereka yang kecil-kecil dan lemah, yang jika bergabung bersama akan menjadi kekuatan yang besar. Jadi tugas Pemerintah adalah bagaimana memampukan mereka secara kelembagaan, dari kemampuan orang perorang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok untuk mampu secara mandiri bertindak dalam kegiatan ekonomi dalam wadah usaha yang berbentuk Koperasi. Kalau terus menerus diberikan fasilitas usaha, baik SDM pengelola maupun kelembagaannya tidak akan mampu memikul bebannya, dan akhirnya Koperasi hanya dipakai ajang untuk politisasi guna memanfaatkan retorika kerakyatan.
Harapan Pengembangan Koperasi Masa Yang Akan Datang

Tampaknya pembinaan Koperasi saat ini belum ada perubahan dan masih terobsesi kepada pembinaan pola lama dengan menekankan kegiatan usaha tanpa didukung oleh SDM yang kuat dan kelembagaan yang solid, upaya pembinaan terasa setengah hati, akibatnya kegiatan Koperasi seperti samar-samar keberadaannya, tidak ada lagi Koperasi baru yang tumbuh bahkan ada Koperasi yang dulu besar semakin surut, terlebih seperti kata Sesmenneg Kop dan UKM diharian Media Indonesia bahwa amandemen UUD 45 telah meminggirkan rumusan Koperasi dari teks aslinya. Mungkin banyak yang telah dilakukan  namun gregetnya tidak jelas.
Pembinaan Koperasi tidak perlu dimasalkan lagi, jangan berbicara lagi yang besar-besar dan berpikir Koperasi dapat merubah ekonomi nasional, kembangkan koperasi disektor-sektor strategis sebagai percontohan yang dapat ditiru dan dikembangkan oleh masyarakat secara mandiri.
Prioritaskan pembinaan Koperasi di tiga bidang yaitu : Koperasi Pedesaan, Koperasi Perkotaan dan Koperasi Karyawan, di perkotaan utamakan Koperasi distribusi disamping Koperasi produksi, di pedesaan yang penduduknya lebih besar dan posisi tawarnya selalu lemah karena kualitas SDM nya lebih rendah dari masyarakat perkotaan, pembinaannya memerlukan perlakuan khusus. Koperasi harus dapat mengarahkan anggota yang bergerak disektor informal menjadi formal, melalui kerja sama sistim anak dan bapak angkat yang saling membutuhkan dalam kemitraan, seperti Koperasi menghimpun produksi anggota yang merupakan produk yang tidak layak dibuat oleh perusahaan yang bertindak sebagai bapak angkatnya, jadi utamakan dipedesaan dikembangkan Koperasi Produksi disamping memberikan lapangan pekerjaan dapat pula mencegah urbanisasi. Koperasi Karyawan lebih mudah dikembangkan karena kualitas SDM nya relatif lebih baik dan keberhasilan Koperasi Karyawan akan membantu kesejahteraan dan ketenangan bekerja.
Akhirnya untuk memperoleh hasil binaan yang baik harapan masyarakat umumnya sama, yaitu bagi pejabat yang akan ditugasi membina Koperasi seyogyanya memahami betul-betul tentang Koperasi dan mempunyai tanggung jawab moril atas keberhasilannya untuk berkembangnya Koperasi, bukan yang lain.
(Drs. Hediyono MM, mantan Dirjen Pembinaan Koperasi Pedesaan)
sumber dari : http://www.dekopin.coop

Pengertian yang Sebenarnya dari Sistem Ekonomi dan Sistem Koperasi Indonesia


Pengertian yang Sebenarnya dari Sistem Ekonomi dan Sistem Koperasi IndonesiaKoperasi adalah badan usaha yang anggotanya terdiri dari orang per orang atau badan hukum. Berbicara tentang koperasi, kita pasti akan diingatkan mengenai prinsip ekonomi merakyat yang didasarkan pada rasa kekeluargaan. Sistem perekonomian yang berdasarkan pada kekeluargaan akan memudahkan para anggotanya, karena sistem ekonomi yang merakyat tidak memiliki ketentuan yang terlalu mengikat. Koperasi juga bekerja di bawah undang-undang perkoperasian yang berlaku. Koperasi memiliki anggaran dasar khusus yang memiliki cara kerja terukur. Undang-undang mengenai koperasi tercantum pada Pasal 4 No.25 tahun 1992.
Undang-undang tersebut menjelaskan fungsi dan peranan koperasi di masyarakat. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa koperasi dibentuk agar membantu perekonomian rakyat. Poin-poin yang terdapat pada pasal 4 rata-rata bernada sama, yaitu, memperjuangkan nasib perekonomian rakyat. Koperasi dengan semua sistem ekonominya yang baik, berusaha membangun ekonomi negara yang kuat, dimulai dari ekonomi rakyatnya yang harus sudah lebih dulu kuat.
Pasal selanjutnya, Pasal 5 No.25 tahun 1992 mengatur perkoperasian di Indonesia. Pasal tersebut lebih mengatur pada prinsip-prinsip kerja koperasi. Prinsip kerja koperasi yang tercantum pada pasal ini juga bersifat kerakyatan.
Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa hak pengelolaan koperasi diberikan sepenuhnya kepada rakyat, dan tentu saja dilakukan dengan cara demokratis. Keanggotaan dari koperasi juga bersifat sukarela dan terbuka, dengan kata lain memungkinkan para anggotanya untuk mengundurkan diri dari kepengurusan koperasi kapan pun, tanpa diberikan denda. Hasil dari usaha yang dilakukan koperasi pun dibagikan secara adil berdasarkan modal dan jasa masing-masing pengurusnya.
Berdasarkan sektor usaha yang dimiliki, ada beberapa jenis koperasi, seperti koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran, hingga koperasi yang bergerak pada bidang jasa.
Koperasi yang melayani kegiatan pinjam-meminjam para anggotanya, dikelola oleh Koperasi Simpan Pinjam. Untuk koperasi yang menjual barang-barang konsumsi bagi para anggotanya, disebut Koperasi Konsumen.
Adapun Koperasi Produsen bergerak pada pengadaan bahan baku yang diperuntukkan sebagai modal usaha para anggotanya. Ada juga jenis Koperasi Jasa dan Pemasaran. Koperasi Pemasaran bergerak pada pemasaran produk hasil karya anggotanya, sedangkan Koperasi Jasa, bergerak pada bidang jasa.
Modal yang dapat menggerakkan roda perekonomian koperasi didapat dari simpanan para anggotanya. Simpanan tersebut bersifat pokok, wajib, dan khusus.
Simpanan pokok, biasanya dibayarkan pada saat mendaftar sebagai anggota koperasi. Berbeda dengan simpanan wajib. Simpanan jenis ini dibayarkan pada tenggat waktu tertentu dan biasanya berulang. Ada juga jenis simpanan khusus yang sifatnya sukarela.
Selain modal yang sifatnya simpanan, koperasi juga memiliki modal lain yang bisa digunakan, di antaranya dana cadangan dan hibah. Untuk simpanan jenis ini, modal berasal dari penyisihan sisa hasil usaha dan sumbangan atau hasil hibah dari pihak lain di luar keanggotaan koperasi itu sendiri.

sumber dari : http://www.beritasekilas.com/pengertian-yang-sebenarnya-dari-sistem-ekonomi-dan-sistem-koperasi-indonesia/

Landasan Koperasi Indonesia

Indonesia adalah negara hukum, di mana Dasar Negara Pancasila, UUD 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai sumber hukum tertinggi yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan azas demokrasi. Dalam seluruh sistem hukum di Indonesia, koperasi telah mendapatkan tempat yang pasti. Karena itu landasan hukum koperasi sangat kuat.
Landasan-landasan Koperasi Indonesia:
1. Landasan idiil koperasi Indonesia adalah Pancasila. Kelima sila dari Pancasila, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Perikemanusiaan , Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat, dan Keadilan Sosial harus dijadikan dasar serta dilaksanakan dalam kehidupan koperasi, karena sila-sila tersebut memang menjadi sifat dan tujuan koperasi dan selamanya merupakan aspirasi anggota koperasi.
2. Landasan strukturil koperasi Indonesia adalah UUD 1945 dan landasan geraknya adalah pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.  Pasal 33 ayat (1) berbunyi: ” Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan”. Dari rumusan tersebut pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
3. Landasan mental koperasi Indonesia adalah setia kawan dan kesadaran berpribadi (rasa harga diri). Setia kawan telah ada dalam masyarakat Indonesia dan tampak keluar sebagai gotong-royong. Akan tetapi landasan setia kawan saja hanya dapat memelihara persekutuan dalam masyarakat yang statis, dan karenanya tidak dapat mendorong kemajuan. Kesadaran berpribadi, keinsyafan akan harga diri dan percaya pada diri sendiri adalah mutlak untuk menunaikan derajat kehidupan dan kemakmuran. Dalam koperasi harus tergabung kedua landasan mental tadi sebagai dua unsur yang dorong mendorong, hidup menghidupi, dan awas mengawasi.
Koperasi bukan hanya bertindak sebagai aparat yang membawakan perbaikan ekonomis, namun harus mampu merealisir watak sosialnya.


sumber dari :
http://ksupointer.com/2009/landasan-koperasi-indonesia
Oleh Sri Budhi Utami (9 Juni 2009)
Sejarah Koperasi PDF Cetak E-mail



SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA

Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa ?Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan?. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Pada Penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi.Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the third way, atau ?jalan ketiga?, istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai ?jalan tengah? antara kapitalisme dan sosialisme.Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi, Booke, juga menaruh perhatian terhadap Koperasi. Atas dasar tesisnya, tentang dualisme sosial budaya masyarakat Indonesia antara sektor modern dan sektor tradisional, ia berkesimpulan bahwa sistem usaha Koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk badan-badan usaha kapitalis. Pandangan ini agaknya disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan Koperasi.Meski Koperasi tersebut berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah Kolonial Belanda khawatir Koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, namun Koperasi menjamur kembali hingga pada masa pendudukan Jepang dan kemerdekaan. Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.Bung Hatta meneruskan tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya kepada sistem Koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang Koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara ?Koperasi sosial? yang berdasarkan asas gotong royong, dengan ?Koperasi ekonomi? yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif.Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota Koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan dengan Koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah Koperasi yang dibiarkan berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi. Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan Koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil.Menurut Bung Hatta, tujuan Koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi sekunder. Contohnya adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan berbagai Koperasi batik primer.Karena kedudukannya yang cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun berani meninggalkan kebijakan dan program pembinaan Koperasi. Semua partai politik, dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI, mencantumkan Koperasi sebagai program utama. Hanya saja kantor menteri negara dan departemen Koperasi baru lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu, gagasan sekarang untuk menghapuskan departemen Koperasi dan pembinaan usaha kecil dan menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal kantor menteri negara atau departemen Koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet yang dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada departemen atau menteri negara yang khusus membina Koperasi.
Pasang-surut Koperasi di IndonesiaKoperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta. ?Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia?? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.Padahal, upaya pemerintah untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah ?badan usaha?, juga ?perkumpulan orang? termasuk yang ?berwatak sosial?. Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni ?organisasi sosial yang berbisnis? atau ?lembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial.?Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional. Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini terdapat -------- Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial

  sumber dari :
Ditulis oleh Administrator   
Senin, 02 Februari 2009 23:30
http://purwakartakab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=49:koperasi&id=99:sejarah-koperasi&Itemid=30
                                                              
                                                                     

Koperasi Mahasiswa Juga Germa



Tulisan ini terinspirasi saat penulis diminta memberikan materi diskusi tentang pandangan gerakan mahasiswa terhadap koperasi mahasiswa, di Koperasi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Saat itu kami merasa heran, mengapa koperasi mahasiswa tak pernah diajak untuk berkonsolidasi dengan gerakan mahasiswa lainnya?
Fenomena ini terjadi karena gerakan mahasiswa (germa) memandang koperasi mahasiswa (kopma) tidak lagi di garis perjuangan karena spirit koperasi sendiri telah banyak direduksi selama 32 tahun Orde Baru berkuasa.
Kami juga mengambil kesimpulan reformasi 1998 hanya sukses 50 persen di bidang politik, tetapi gagal total di bidang ekonomi. Peserta diskusi bahkan ada yang berani menyatakan, hal ini terjadi karena kopma tidak dilibatkan saat reformasi 1998. Akan tetapi, kesimpulan ini bisa dibalik sebab kopma sendiri tidak mau melibatkan diri dalam reformasi 1998. Diakui atau tidak, kopma lebih identik dengan organisasi profesi ketimbang sebagai sebuah gerakan sosial.
Sebagaimana kita ketahui, hampir semua PTN/PTS di Yogyakarta memiliki koperasi mahasiswa. Namun, keberadaannya masih dianggap hanya sebatas sebagai wadah penyaluran minat dan bakat mahasiswa di bidang perekonomian. Sebagaimana termaktub dalam kebanyakan visi kopma di Indonesia, yaitu kopma sebagai wahana pengembangan SDM melalui aktivitas ekonomi berbasis koperasi, dengan tiga misi yang kita kenal dengan student basic needs (misi pelayanan), profession study needs (misi profesi), dan idealism and leadership study needs (misi pengaderan dan kepemimpinan).
Koperasi sendiri secara definisi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya. Koperasi mahasiswa tentunya juga melandaskan visinya dari definisi tersebut.
Sejarah lahirnya koperasi di Indonesia merupakan ketidakpuasan atas monopoli ekonomi di Indonesia yang kapitalistik. Adalah R Aria Wiriatmaja yang pertama kali mengenalkan koperasi di Indonesia pada 1896. Ia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyat yang terjerat utang dengan rentenir. Jika ditelaah dari sejarah berdirinya, koperasi merupakan sebuah gerakan perlawanan sistemik terhadap ketidakadilan ekonomi. Namun sayangnya, hal ini tidak merasuk ke dalam koperasi-koperasi mahasiswa di Indonesia. Koperasi hanya dimaknai sebagai wadah penyaluran minat dan bakat, bukan gerakan sosial sebagaimana gerakan mahasiswa lainnya.
Hal ini jika dikaji lebih dalam merupakan dampak dari arus pasar (market) sehingga kita selalu terbiasa berpikir instan, penyebab lainnya adalah diberlakukannya NKK/BKK di era 1978 (Orde Baru) yang mengekang nalar kritis mahasiswa. Saat itu, tidak hanya sejarah koperasi yang dikaburkan, tetapi juga gerakan mahasiswa intra dan ekstra kampus dikandangkan dengan jargon "boleh bicara politik, tetapi di kampus saja". Lalu apa kaitannya koperasi mahasiswa dengan gerakan mahasiswa atau gerakan sosial lainnya?
Gerakan mahasiswa ekstra kampus merupakan gerakan-gerakan yang lahir atas dasar ketidakpuasan akan kondisi yang ada, seperti kedaulatan negara yang digadaikan, ketimpangan-ketimpangan sosial. Karena itulah, mahasiswa menjadi bagian penting dari zaman prakemerdekaan hingga sekarang.
Mahasiswa yang merupakan bagian terkecil dari masyarakat mengaktualisasikan kegelisahannya dalam aksi-aksi protes terhadap berbagai produk undang-undang dan kebijakan yang dipandang merugikan masyarakat. Hanya dalam praktik konsolidasi di lapangan koperasi mahasiswa belum mendapat pengakuan sebagai organisasi pergerakan di kalangan mahasiswa. Padahal, ekonomi merupakan masalah terpenting di negeri ini.
Kopma sudah menyadari akar kesejarahannya. Dalam perkembangan terbaru diadakanlah Kongres Pemuda Nasional Koperasi 16-18 Desember 2006 bertempat di University Center UGM. Agenda akbar yang dihadiri 200 delegasi dari seluruh Indonesia. Setelah melewati sidang komisi dan sidang pleno yang diadakan maraton selama dua hari, perwakilan pemuda koperasi indonesia menghasilkan 11 butir manifesto, di antaranya memperkuat komitmen kebangsaan dan nasionalisme, keterlibatan pemuda koperasi dalam pembahasan undang-undang koperasi, melibatkan pemuda dalam setiap pengambilan kebijakan publik, pendidikan murah untuk rakyat sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, menuntut pihak pemerintah untuk mengambil langkah- langkah strategis guna mengurangi dominasi produk asing sebagai wujud kemandirian bangsa Indonesia dan lain-lain.
Dari 11 butir manifesto yang diterbitkan Kongres Pemuda Nasional Koperasi itu, jika kita kaji lebih dalam merupakan jawaban terhadap butir-butir kesepakatan neoliberal ini dicetuskan pada 1960-an dan sering kali dinamakan sebagai "Washington Consensus" yang digagas oleh Jhon Williamson, mantan penasehat IMF tahun 1970-an. Konsensus ini terdiri dari 10 ajaran dan program pokok neoliberal yang saat ini diberlakukan di Indonesia, seperti privatisasi dan deregulasi kompetisi.
Manifesto ini dengan jelas juga menegaskan kepada semua pihak bahwa kopma juga merupakan bagian dari gerakan sosial, khususnya germa. Definisi gerakan sosial sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991 : 312), tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada suatu perubahan. Hariqo Wibawa Satria Mahasiswa Perbandingan Agama-UIN Sunan Kalijaga Yogyakart

Sumber dari: 
http://uin-suka.info/humas/index.php?option=com_content&task=view&id=34&Itemid=26