TULISAN ALDA

Sabtu, 07 Januari 2012

BAB IV LAMBANG NEGARA

Bagian Kesatu Umum

Pasal 46

Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Pasal 47

(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. (2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.

Pasal 48

(1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa. (2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut: a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima; b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai; c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai; d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai; dan e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan atas perisai.

Pasal 49

Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; b. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.

Pasal 50

Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Bagian Kedua Penggunaan Lambang Negara

Pasal 51

Lambang Negara wajib digunakan di: a. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan; b. luar gedung atau kantor; c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara; d. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; e. uang logam dan uang kertas; atau f. materai.

Pasal 52

Lambang Negara dapat digunakan: a. sebagai cap atau kop surat jabatan; b. sebagai cap dinas untuk kantor; c. pada kertas bermaterai; d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan; e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri; f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi; g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah; h. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau i. di rumah warga negara Indonesia.

Pasal 53

(1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung, kantor atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada: a. gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil Presiden; b. gedung dan/atau kantor lembaga negara; c. gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan d. gedung dan/atau kantor lainnya. (2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan d. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat. (3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu. (4) Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen. (5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.

Pasal 54

(1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; f. Badan Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. (2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan untuk kantor: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan; f. Badan Pemeriksa Keuangan; g. menteri dan pejabat setingkat menteri; h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan; i. gubernur, bupati atau walikota; j. notaris; dan k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang. (3) Lambang Negara sebagai lencana atau atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri. (4) Lambang Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas.

Pasal 55

(1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan: a. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara. (2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding, Lambang Negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden.

Pasal 56

(1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. (2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dibuat dari bahan yang kuat.
Bagian Ketiga Larangan

Pasal 57

Setiap orang dilarang: a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.

BAB III BAHASA NEGARA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 25
(1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.
(2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.
(3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Bagian Kedua
Penggunaan Bahasa Indonesia

Pasal 26

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 27

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara.

Pasal 28

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.

Pasal 29

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
(3) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing.

Pasal 30

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan.

Pasal 31

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Pasal 32

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri.

Pasal 33

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta.
(2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.

Pasal 34

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan.

Pasal 35

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia.
(2) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.

Pasal 36

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia.
(2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi.
(3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
(4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan.

Pasal 37

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai dengan keperluan.

Pasal 38

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.
(2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing.

Pasal 39

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.
(2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.

Pasal 40

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia

Pasal 41

(1) Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 42

(1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 43

(1) Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional

Pasal 44

(1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
(2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Lembaga Kebahasaan

Pasal 45

Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (2) dibentuk sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada Menteri.

BAB II BENDERA NEGARA

Bagian Kesatu Umum

Pasal 4

(1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur. (3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran: a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan; b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum; c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan; d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden; e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara; f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum; g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal; h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api; i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja. (4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bendera yang merepresentasikan Bendera Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ukuran yang berbeda dengan ukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan bentuk yang berbeda dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 5

(1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. (2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.
Bagian Kedua Penggunaan Bendera Negara

Pasal 6

Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran dan/atau pemasangan.

Pasal 7

(1) Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam. (2) Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari. (3) Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. (4) Dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan Bendera Negara kepada warga negara Indonesia yang tidak mampu. (5) Selain pengibaran pada setiap tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain.

Pasal 8

(1) Pengibaran Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara nasional diatur oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan negara. (2) Pengibaran Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah, diatur oleh kepala daerah.

Pasal 9

(1) Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikibarkan setiap hari di: a. istana Presiden dan Wakil Presiden; b. gedung atau kantor lembaga negara; c. gedung atau kantor lembaga pemerintah; d. gedung atau kantor lembaga pemerintah nonkementerian; e. gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah; f. gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah; g. gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; h. gedung atau halaman satuan pendidikan; i. gedung atau kantor swasta; j. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden; k. rumah jabatan pimpinan lembaga negara; l. rumah jabatan menteri; m. rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian; n. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat; o. gedung atau kantor atau rumah jabatan lain; p. pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; q. lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan r. taman makam pahlawan nasional. (2) Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh pimpinan institusi dengan berpedoman pada Undang-Undang ini; (3) Penggunaan Bendera Negara di kantor perwakilan negara Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan berpedoman pada Undang-Undang ini. (4) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g digunakan di luar gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di negara yang bersangkutan.

Pasal 10

(1) Bendera Negara wajib dipasang pada: a. kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil Presiden; b. kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di Indonesia pada waktu berlabuh dan berlayar; atau c. pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di Indonesia. (2) Pemasangan Bendera Negara di kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah kanan kabin masinis. (3) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan kapal. (4) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kanan ekor pesawat terbang. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 11

(1) Bendera Negara dapat dikibarkan dan/atau dipasang pada: a. kendaraan atau mobil dinas; b. pertemuan resmi pemerintah dan/atau organisasi; c. perayaan agama atau adat; d. pertandingan olahraga; dan/atau e. perayaan atau peristiwa lain. (2) Bendera Negara dipasang pada mobil dinas Presiden, Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, menteri atau pejabat setingkat menteri, Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan mantan Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan. (3) Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang di tengah-tengah pada bagian depan mobil. (4) Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah, Bendera Negara dipasang di sisi kiri bagian depan mobil.

Pasal 12

(1) Bendera Negara dapat digunakan sebagai: a. tanda perdamaian; b. tanda berkabung; dan/atau c. penutup peti atau usungan jenazah. (2) Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian dikibarkan pada saat terjadi konflik horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib menghentikan pertikaian. (4) Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah meninggal dunia. (5) Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikibarkan setengah tiang. (6) Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga hari berturut-turut di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. (7) Apabila pimpinan lembaga negara dan menteri atau pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama dua hari berturut-turut terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan. (8) Apabila anggota lembaga negara, kepala daerah dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang bersangkutan. (9) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia. (10)Pengibaran Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan kententuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8). (11)Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan pengibaran Bendera Negara dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional, dua Bendera Negara dikibarkan berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah tiang dan yang sebelah kanan dipasang penuh. (12)Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara. (13)Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang lurus memanjang pada peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan jenazah. (14)Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah digunakan dapat diberikan kepada pihak keluarga.
Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Bendera Negara

Pasal 13

(1) Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera Negara. (2) Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada sisi dalam kibaran Bendera Negara. (3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata. Pasal 14
(1) Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang secara perlahan-lahan, dengan khidmat, dan tidak menyentuh tanah. (2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang. (3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan.

Pasal 15

(1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai. (2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Pasal 16

(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, satuan pendidikan, dan taman makam pahlawan. (2) Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan Bendera Negara: a. apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara ditempatkan rata pada dinding di atas sebelah belakang pimpinan rapat; b. apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau mimbar.

Pasal 17

(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang secara berdampingan dengan bendera negara lain, ukuran bendera seimbang dan ukuran tiang bendera negara sama. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikibarkan sebagai berikut: a. apabila ada satu bendera negara lain, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan; b. apabila ada sejumlah bendera negara lain, semua bendera ditempatkan pada satu baris dengan ketentuan: 1. jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan di tengah; dan 2. apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara ditempatkan di tengah sebelah kanan. (3) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat dilakukan menurut kebiasaan internasional. (4) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara lain dalam pawai atau defile.

Pasal 18

Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pejabat negara lain, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara lain ditempatkan di sebelah kiri; b. bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan sistem bersilang atau paralel.

Pasal 19

Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara lain dipasang pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera negara lain.

Pasal 20

Dalam hal Bendera Negara yang berbentuk bendera meja dipasang bersama dengan bendera negara lain pada konferensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di depan tempat duduk delegasi Republik Indonesia.

Pasal 21

(1) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera atau panji organisasi, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi, Bendera Negara dipasang di sebelah kanan; b. apabila ada dua atau lebih bendera atau panji organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera Negara ditempatkan di depan baris bendera atau panji organisasi di posisi tengah; c. apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang bersama dengan bendera atau panji organisasi dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di depan rombongan; dan d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji organisasi. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi daripada bendera atau panji organisasi.

Pasal 22

(1) Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun dengan urutan warna merah putih. (2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera organisasi atau bendera lain.

Pasal 23

Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri.
Bagian Keempat Larangan

Pasal 24

Setiap orang dilarang: a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara; b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial; c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.


sumber :
http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_24_Tahun_2009

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 3. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. 4. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi. 5. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. 7. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan. 8. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2

Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas: a. persatuan; b. kedaulatan; c. kehormatan; d. kebangsaan; e. kebhinnekatunggalikaan; f. ketertiban; g. kepastian hukum; h. keseimbangan; i. keserasian; dan j. keselarasan.

Pasal 3

Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan bertujuan untuk: a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan c. menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.


sumber :
http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_24_Tahun_2009

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 (2009)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. bahwa pengaturan tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia belum diatur di dalam bentuk undang-undang;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan;
Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN.


sumber :

http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_24_Tahun_2009

Kongres Pemuda Indonesia Kedua

Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu tersebut disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu diucapkan sebagai Sumpah Setia.


sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda

Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 Oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan, oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia, proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh Yamin.

sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_Pemuda


Bahasa Indonesia, Semakin Kurang Dihormati?

Hampir 83 tahun yang silam, Sumpah Pemuda diikrarkan dalam Kongres Pemuda Indonesia kedua pada tanggal 28 Oktober 1928. Masih adakah relevansi Sumpah Pemuda bagi Republik Indonesia saat ini? Setiap warga negara Indonesia tentu punya pemahaman dan jawaban yang berbeda-beda. Bagaimana dengan salah satu butir dari Sumpah Pemuda yang begitu lantangnya diikrarkan oleh para pendahulu kita, yaitu "Kami putra putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia?"
Tak dapat diganggu gugat sama sekali bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa pemersatu bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku, adat istiadat, budaya dan agama. Lalu apa yang terjadi dengan Bahasa Indonesia dewasa ini? Tengoklah mal-mal yang terus dibangun di kota-kota besar di republik ini, para pemiliknya memilih nama-nama yang sangat tidak Indonesia. Misalnya saja mal yang masih relatif baru di kawasan Serpong, Banten, lalu mal yang memiliki bangunan besar dekat dengan kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat dan masih banyak lagi pusat-pusat perbelanjaan yang bangga dengan nama berbahasa Inggris.
Dengan kita memasuki sebuah mal yang memiliki nama berbahasa Inggris, apakah serta merta kita seperti berada di luar negeri? Mungkin saja para pemilik mal punya argumentasi bahwa dengan menggunakan nama berbahasa Inggris, mal menjadi lebih bergengsi dan lebih menarik bagi pengunjung. Nah, kosa kata mal sendiri merupakan terjemahan dari kata mall dalam bahasa Inggris. Argumentasi lain bisa saja mengatakan bahwa penamaan mal dengan bahasa Inggris semata-mata hanya untuk kepentingan bisnis. Selain pusat-pusat perbelanjaan, rumah sakit-rumah sakit juga berlomba-lomba menggunakan namanya dengan kata dari bahasa Inggris.
Yang begitu merajalela adalah pemakaian bahasa Inggris yang dilakukan banyak pengembang kawasan permukiman. Wilayah Jabodetabek sangat didominasi dengan perumahan-perumahan yang menggunakan kata-kata dari bahasa Inggris seperti park, green, forest misalnya. Sudah menjadi pemandangan umum sejak tahun 2004, presiden Susilo Bambang Yudhoyono memantapkan dirinya sebagai presiden RI yang paling banyak menggunakan kata-kata atau kalimat dalam bahasa Inggris saat berbicara atau berpidato. Citra memang menjadi komoditi penting yang diusung oleh presiden kita yang satu ini dan salah satunya citra seorang kepala negara yang piawai berbahasa Inggris-lah yang jelas ingin ditonjolkan.
Belum lagi acara-acara di berbagai kanal televisi swasta yang dipenuhi nama-nama program berbahasa Inggris juga. Nama-nama program yang ditayangkan memang beragam dari wawancara membahas topik tertentu atau topik terkini, hiburan berupa paduan gerak dan lagu plus komedi serta masih banyak lagi. Dari sektor pendidikan, sekolah-sekolah yang mengaku sebagai institusi internasional tentu saja mengajarkan bahasa Inggris sebagai salah satu mata pelajaran dari kurikulum mereka. Hal ini sah-sah saja dalam upaya mempersiapkan generasi muda kita agar dapat menyerap derasnya pengetahuan dari manca negara sehingga mereka akan sanggup bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Namun demikian sangat disayangkan, pada sekolah-sekolah bertaraf internasional seperti ini khususnya di tingkat pendidikan terendahnya yaitu taman kanak-kanak, lagu-lagu yang diajarkan dalam mata pelajaran musik umumnya lagu-lagu berbahasa Inggris. Sungguh ironis lirik lagu-lagu berbahasa Inggris tersebut rata-rata tidak selaras dengan kenyataan yang ada dalam kehidupan anak-anak.
Para pendahulu kita yang berjuang merintis kemerdekaan selama masa kolonial sudah berpikir keras sebelum akhirnya mampu meletakkan dasar-dasar berbangsa dan bernegara yang kuat. Karena itu penggunaan bahasa Inggris haruslah dijalankan secara cermat, cerdas dan bijaksana sesuai kebutuhan. Bukan seperti sekarang ini, dimana pemakaian bahasa Inggris cenderung berlebihan dan tidak pada tempatnya, sehingga mengesankan adanya ketidakpercayaan diri pada diri sebuah negara dan bangsa bernama Indonesia. Bahkan dengan mudah berdalih karena dampak globalisasi, mau tak mau bahasa Inggris patut menjadi pilihan untuk memoles apapun supaya tampak menarik. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar bisa disimak pada lagu-lagu ciptaan komposer legendaris Ismail Marzuki, misalnya dalam karya besarnya "Indonesia Pusaka" yang liriknya seperti ini: "Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya, Indonesia sejak dulu kala, slalu dipuja-puja bangsa, di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda, tempat berlindung di hari tua, sampai akhir menutup mata." Tak pelak lagi seorang Ismail Marzuki menggunakan hatinya disertai penjiwaan terhadap negerinya dalam menciptakan lagu yang abadi seperti ini. Tentu saja kita semua sebagai warga negara Indonesia tak perlu menjadi komposer seperti beliau, marilah sesuai dengan kapasitas kita masing-masing di berbagai bidang, jangan pernah berhenti menjaga pemakaian bahasa Indonesia dengan cermat, cerdas dan bijaksana!

sumber :
http://www.tnol.co.id/id/spiritual-psychology/11527-bahasa-indonesia-semakin-kurang-dihormati.html

Haruskah Bahasa Daerah Punah Karena Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia?

Pulang kampung merupakan saat yang sangat menyenangkan. Apalagi pulang kampung karena ada acara pesta pernikahan ponakan. Semua keluarga besar pasti berkumpul. Seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
Ramai sekali di rumah. Sampai-sampai untuk tidur saja susah. Terpaksa dimanfaatkan semua ruangan yang ada. Maklum kami adalah keluarga besar 7 orang bersaudara ditambah saudara sepupu dan keluarga dekat lainnya dengan pasangan masing-masing beserta anak-anak.
Kalau sudah berkumpul, pasti seru. Sampai tengah malam belum tidur, karena asyik bercerita. Anak-anak juga tak kalah gembiranya ngobrol dan bermain bersama.
Ada satu hal yang menarik perhatian. Saat berkumpul, semua anak-anak menggunakan bahasa Indonesia. Baik yang tinggal diperantauan maupun yang tinggal di kampung. Kami sesama orang tua ngobrol pakai bahasa daerah. Tapi kalau ngobrol bersama anak-anak otomatis semuanya berbahasa Indonesia. Kenapa? Karena anak-anak kami yang tinggal di rantau semuanya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dan tidak bisa berbahasa daerah.
Saya jadi ingat waktu baru punya anak. Karena tinggal di rantau, saya dan suami memutuskan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Sehingga begitu anak-anak mulai bergaul dengan lingkungan sekitar, tidak ada masalah dalam berkomunikasi. Apalagi kalau sudah masuk dunia sekolah yang jelas menggunakan bahasa Indonesia. Jadi, berhubung kami tinggal di Jakarta, tidak salah kalau bahasa sehari-harinya bahasa Indonesia.
Ada lagi yang menarik perhatian saya. Anak-anak tinggal di kampung tidak ada rasa canggung dalam berbicara pakai bahasa Indonesia. Tidak seperti saya waktu kecil dulu. Kalau ada saudara dari rantau yang tidak bisa bahasa daerah, saya sangat canggung sekali bicara dengan mereka. Karena lidah saya kaku, tidak biasa berbahasa Indonesia.
Setelah saya selidiki, ternyata ponakan-ponakan saya yang tinggal di kampungpun menggunakan bahasa Indonesia dalam sehari-hari. Alasan orang tuanya, biar anak-anak terbiasa dan tidak canggung untuk bicara dengan siapapun, juga kalau nanti anak-anak sekolah, kuliah ataupun kerja di rantau akan semakin mudah berkomunikasi. Satu lagi alasannya, kalau menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, kesannya lebih maju dan lebih keren. Begitu pendapat mereka.
Keadaan seperti ini bukan hanya pada keluarga saya. Kalau diperhatikan masyarakat di sekitar lingkungan daerah saya, juga banyak yang demikian.
Sepertinya bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dan bahasa persatuan sudah begitu kokoh kedudukannya. Ini merupakan hal luar biasa, karena dengan bahasa persatuan ini komunikasi bisa jalan dengan seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Tapi yang memprihatinkan dengan kondisi ini, bahasa daerah semakin tidak dipakai dalam masyarakat. Padahal bahasa daerah merupakan kekayaan budaya Indonesia yang sangat berharga.
Sesuai dengan data dari Kementrian Pendidikan Nasional, ada 746 bahasa daerah seluruhnya di Indonesia. Kalau tidak ada upaya dari kita semua, kemungkinan bahasa-bahasa tersebut akan punah dan diperkirakan hanya 10 % yang tetap bertahan diakhir abad 21 ini.
Ini yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan bahasa daerah ini. Salah satu solusinya mungkin dengan diadakannya mata pelajaran bahasa daerah sebagai kurikulum wajib di sekolah. Bahasa yang di ajarkan sesuai dengan daerah masing-masing dan khusus untuk Jakarta mungkin ada beberapa pilihan bahasa daerah dan siswa bisa memilih bahasa apa yang akan dipelajarinya. Atau mungkin dengan metode lain.
Selain itu, kita sendiri juga sudah seharusnya mulai mengenalkan bahasa daerah kepada anak-anak, sekalipun kita tidak tinggal di daerah sendiri. Kalau di sekolah dan lingkungan, anak-anak sudah biasa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, maka sebaiknya di rumah mulailah menggunakan bahasa daerah. Sehingga bahasa daerah tidak punah dan akan memperkaya kemampuan berbahasa anak-anak.




sumbar :
http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/31/haruskah-bahasa-daerah-punah-karena-bahasa-persatuan-bahasa-indonesia/

BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL&NEGARA

Bahasa indonesia sebagai bahasa nasional sebagai bahasa nasional bahasa
indonesia tidak mengikat pemakainya untuk sesuai dg kaidah dasa.bahasa
indonesia digunakan secara nonresmi,santai dan bebas.yang terpenting dl pergaulan dan perhubungan antar warga adalah makna yang disampaikan.
pemakai bahasa indonesia dalam konteks bahasa nasional dpt dg bebas menggunakan ujaran baik lisan,tulis,maupun lewat kinesiknya.kebebasan penggunaan ujaran itu juga ditentukan oleh konteks pembicaraan.manakala bahasa indonesia digunakan di bus antar kota,ragam yang digunakan adalah
ragam bus kota yang cenderung singkat,cepat,dan bernada keras.

Bahasa indonesia sebagai bahasa negara sebagai bahasa negara berarti
bahasa indonesi adalah bahasa resmi.dengan begitu bahasa indonesia harus
digunakan sesuai dg kaidah,tertib,cermat,dan masuk akal.bahasa indonesia
yang dipakai harus lengkap dan baku.Tingkat kebakuanya diukur oleh aturan kebahasaan dan logika pemakaia.dari dua tugas itu,posisi bahasa indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus terutama bagi pembelajaranbahasa indonesia
sumber.garda guru posisi pembelajaran bahasa indonesia
sehingga bahasa indonesia tidak akan terpinggirkan oleh
bahasa asing karena dlm sejarahnya sendiri bahasa indonesia adalah
bahasa persatuan.


sumber :
http://www.wonosari.com/t1885-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-nasionalnegara

Rabu, 04 Januari 2012

perbankan


Bank (cara pengucapan: )adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut undang-undang perbankanbank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Industri ini menjadi lebih kompetitif karena deregulasi peraturan. Saat ini, bank memiliki fleksibilitas pada layanan yang mereka tawarkan, lokasi tempat mereka beroperasi, dan tarif yang mereka bayar untuk simpanan deposan.
Menurut UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank lainnya.Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito.Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai rangsangan bagi masyarakat Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama tersebut.bank didirikan oleh Prof. Dr. Ali Afifuddin, SE. Inilah beberapa manfaat perbankan dalam kehidupan:
  1. Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka pendek (yield enhancement).
  2. Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut juga sebagai risk management.
  3. Informasi harga, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari (price discovery).
  4. Fungsi spekulatif, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu sendiri.
  5. Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang berarti, transaksi derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar pada masa mendatang.
Terlepas dari funsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan, ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian.4 Hal ini, jelas tergambar, karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap proses pembangunan bangsa.
 Sejarah
 Asal mula
Bank pertama kali didirikan dalam bentuk seperti sebuah firma pada umumnya pada tahun 1690, pada saat kerajaan Inggris berkemauan merencanakan membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Perancis akan tetapi pemerintahan Inggris saat itu tidak mempunyai kemampuan pendanaan kemudian berdasarkan gagasan William Paterson yang kemudian oleh Charles Montagu direalisasikan dengan membentuk sebuah lembaga intermediasi keuangan yang akhirnya dapat memenuhi dana pembiayaan tersebut hanya dalam waktu duabelas hari
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika dan Amerika dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika Bila ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang.[rujukan?] Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan pada masa dahulu penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan yang lain Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut sekarang ini kegiatan simpanan Berikutnya kegiatan perbankan bertambah dengan kegiatan peminjaman uang Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
Sejarah Perbankan di Indonesia
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda Pada masa itu De javasche Bank, NV didirikan di Batavia pada tanggal 24 Januari 1828 kemudian menyusul Nederlandsche Indische Escompto Maatschappij, NV pada tahun 1918 sebagai pemegang monopoli pembelian hasil bumi dalam negeri dan penjualan ke luar negeri serta terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu antara lain
  1. De Javasce NV.
  2. De Post Poar Bank.
  3. Hulp en Spaar Bank.
  4. De Algemenevolks Crediet Bank.
  5. Nederland Handles Maatscappi (NHM).
  6. Nationale Handles Bank (NHB).
  7. De Escompto Bank NV.
  8. Nederlansche Indische Handelsbank
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Bank-bank tersebut antara lain
NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank
  1. Bank Nasional indonesia.
  2. Bank Abuan Saudagar.
  3. NV Bank Boemi.
  4. The Chartered Bank of India, Australia and China
  5. Hongkong & Shanghai Banking Corporation
  6. The Yokohama Species Bank.
  7. The Matsui Bank.
  8. The Bank of China.
  9. Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:
  1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank (saat ini Bank OCBCNISP), didirikan 4 April 1941 dengan kantor pusat di Bandung
  2. Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI '46.
  3. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dari De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
  4. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
  5. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
  6. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
  7. Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
  8. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
  9. Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
  10. Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syariah, dan juga Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Masing-masing bentuk lembaga bank tersebut berbeda karakteristik dan fungsinya
Doktrin Bank Berjuang
Bank Pemerintah
Melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961 yang melarang pengumuman dan penerbitan angka-angka statistik moneter/perbankan, maka antara tahun 1960-1965, Bank Indonesia tidak menerbitkan laporan tahunan, termasuk data statistik mengenai kliring dan perhitungan sentral.
Pada 5 Juli 1964, atas dasar pertimbangan politik untuk mempermudah komando di bidang perbankan untuk menunjang Pembangunan Semesta Berencana  selanjutnya pada tahun 1965 pemerintah menetapkan kebijakan untuk mengintegrasikan seluruh bank-bank pemerintah ke dalam satu bank dengan nama Bank Negara Indonesia, prakarsa pengintegrasian bank pemerintah ini berasal dari ide Jusuf Muda Dalam, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Bank Sentral/Gubernur Bank Indonesia - yang baru diangkat dari jabatan semula Presiden Direktur BNI - dan disetujui oleh Presiden Soekarno. Ide dasarnya adalah menjadikan perbankan sebagai alat revolusi dengan motto Bank Berdjoang di bawah pimpinan Pemimpin Besar Revolusi. Nama Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai bank tunggal, diusulkan oleh Jusuf Muda Dalam sendiriHasilnya adalah lahirnya struktur baru Bank Berdjoang ini menjadikan;
Bank Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit I;
Bank Koperasi Tani dan Nelayan serta Bank Eksim Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit II;
Bank Negara Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit III;
Bank Umum Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan
Bank Tabungan Negara menjadi Bank Negara Indonesia Unit V.
Akan tetapi tidak semua bank pemerintah berhasil diintegrasikan ke dalam Bank Berdjoang yakni Bank Dagang Negara (BDN) dan BapindoLuputnya BDN dari proses pengintegrasian ini terutama karena Presiden Direktur BDN J.D. Massie saat itu menjabat sebagai Menteri Penertiban Bank-bank Swasta Nasional yang tentu mempunyai cukup punya pengaruh untuk berkeberatan atas penyatuan BDN dengan bank-bank lainnya. Massie beralasan bahwa kebijakan ini akan membingungkan koresponden bank di luar negeri untuk penyelesaian L/C ekspor maupun impor karena nama bank yang samaSementara, Bapindo tidak terintegrasi ke dalam Bank Berjuang karena bank ini dibawah Dewan Pembangunan yang diketuai Menteri Pertama Urusan Pembangunan dengan anggota-anggota Menteri Keuangan, yang juga Ketua Dewan Pengawas Bapindo, dan Gubernur Bank Indonesia sebagai anggota. Dengan demikian, melalui kedudukannya itu, pengaruh Bapindo cukup kuat untuk menghalangi terintegrasi ke dalam BNI
Bank Swasta
Pada tahun 1965 pemerintah hendak mengabungkan seluruh bank swasta atau bank asing dalam Bank Pembangunan Swasta sebagai satu-satunya bank penghimpun dan penyalur dari semua dana-dana progresif di sektor swasta dan alat-alat yang dapat dipergunakan Pembangunan Semesta Berencana dan rencana-rencana lain yang ditentukan oleh Presiden Republik Indonesia. [17]
Sejarah Bank Pemerintah
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia mengenal dunia perbankan dari bekas penjajahnya, yaitu Belanda. Oleh karena itu, sejarah perbankanpun tidak lepas dari pengaruh negara yang menjajahnya baik untuk bank pemerintah maupun bank swasta nasional. Pada 1958, pemerintah melakukan nasionalisasi bank milik Belanda mulai dengan Nationale Handelsbank (NHB) selanjutnya pada tahun 1959 yang diubah menjadi Bank Umum Negara (BUNEG kemudian menjadi Bank Bumi Daya) selanjutnya pada 1960 secara berturut-turut Escomptobank menjadi Bank Dagang Negara (BDN) dan Nederlandsche Handelsmaatschappij (NHM) menjadi Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) dan kemudian menjadi Bank Expor Impor Indonesia (BEII).

Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah, yaitu:[rujukan?]
  • Bank Sentral
    Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951.
  • Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor
    Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:
1.      Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.
2.      Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.
  • Bank Negara Indonesia (BNI '46)
    Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia '46.
  • Bank Dagang Negara(BDN)
    BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yangberada diluar Bank Negara Indonesia Unit.
  • Bank Bumi Daya (BBD)
    BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya.
  • Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
  • Bank Pembangunan Daerah (BPD)
    Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962.
  • Bank Tabungan Negara (BTN)
    BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968.
  • Bank Mandiri
    Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Bank Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.
Tujuan jasa perbankan
Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu

Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan menngkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.

Perusahaan pemegang sepuluh besar
Berikut adalah sepuluh bank besar di Indonesia pada akhir tahun 2010 berdasarkan aset dan market share yang dirilis oleh Bank Indonesia.
No.
Nama
Aset (dlm triliun)
Market share
1
Rp 410,619
13,650
2
Rp 395,396
13,140
3
Rp 323,345
10,750
4
Rp 241,169
8,020
5
Rp 142,932
4,750
6
Rp 113,861
3,780
7
Rp 106,508
3,540
8
Rp 74,040
2,460
9
Rp 72,030
2,390
10
Rp 68,334
2,270
Di Amerika Serikat
  1. Citigroup — 20 miliar
  2. Bank of America — 15 miliar
  3. HSBC — 10 miliar
  4. Royal Bank of Scotland — 8 miliar
  5. Wells Fargo — 7 miliar
  6. JPMorgan Chase — 7 miliar
  7. UBS AG — 6 miliar
  8. Wachovia — 5 miliar
  9. Morgan Stanley — 5 miliar
  10. Merrill Lynch — 4 miliar
Jenis-jenis bank dan fungsinya
Tiga kelompok utama Institusi keuangan - bank komersial, lembaga tabungan, dan credit unions - yang juga disebut lembaga penyimpanan karena sebagian besar dananya berasal dari simpanan nasabah. Bank-bank komersial adalah kelompok terbesar lembaga penyimpanan bila diukur dengan besarnya asetMereka melakukan fungsi serupa dengan lembaga-lembaga tabungan dan credit unions, yaitu, menerima deposito (kewajiban) dan membuat pinjaman ( Namun, mereka berbeda dalam komposisi aktiva dan kewajiban, yang jauh lebih bervariasi).
Perbandingan konsentrasi aset ukuran bank, menunjukkan bahwa konsolidasi perbankan tampaknya telah mengurangi pangsa aset bank paling kecil ( aset di bawah $ 1 miliar). Bank-bank ini - dengan aset dibawah $ 1 milliar - cenderung mengkhususkan diri pada ritel atau consumer banking, seperti memberikan hipotek perumahan, kredit konsumen dan deposito lokal. Sedangkan aset bank yang relatif lebih besar (dengan aset lebih dari $ 1 miliar), terdiri dari dua kelas adalah bank regional atau super regional. Mereka terlibat dalam grosir yang lebih kompleks tentang kegiatan komersialperbankan, meliputi kredit konsumen dan perumahan serta pinjaman komersial dan industri (D & I Lending), baik secara regional maupun nasional.[19] Selain itu, bank - bank besar memiliki akses untuk membeli dana (fund) - seperti dana antar bank atau dana pemerintah ( federal funds)- untuk membiayai pinjaman dan kegiatan investasi mereka. Namun, beberapa bank yang sangat besar memiliki sebutan yang berbeda, yaitu Bank Sentral. Saat ini, lima organisasi perbankan membentuk kelompok Bank Sentral,yaitu: Bank New York , Deutsche Bank( melalui akuisisi bankir-bankir saling mempercayai), Citigroup, JP Morgan , dan Bank HSBC di Amerika Serikat Namun, jumlahnya telah menurun akibat megamergers.[19]. Penting untuk diperhatikan bahwa, aset atau pinjaman tidak selalu menjadi indikator suatu bank adalah bank sentral. Tapi, gabungan dari lokasi dengan ketergantungan pada sumber nondeposit atau pinjaman dana.
Jasa perbankan
Jasa perbankan diberikan untuk mendukung kelancaran menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung. Jasa perbankan lainnya antara lain sebagai berikut:
  • Jasa setoran seperti setoran listrik, telepon, air, atau uang kuliah
  • Jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun, atau hadiah
  • Jasa pengiriman uang ( transfer )
  • Jasa penagihan ( inkaso )
  • Kliring
  • Penjualan mata uang asing
  • Penyimpanan dokumen
  • Jasa cek wisata
  • Kartu kredit
  • Jasa-jasa yang ada di pasar modal, seperti pinjaman emisi dan pedagang efek.
  • Jasa Letter of Credit (L/C)
  • Bank garansi dan referensi bank
  • Jasa bank lainnya.
·         Permasalahan dalam krisis perbankan di Indonesia saat ini dianggap paling parah dan relatif mahal di dunia selama berabad-abad. National beban biaya restrukturisasi perbankan yang dikeluarkan oleh perekonomian mencapai 47% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
·         2 UTAMA PENYEBAB KEHANCURAN BANK DIMULAI KETIKA KRISIS EKONOMI INDONESIA 1997
·         Terlalu longgar peraturan dalam perbankan, terutama sejak digulirkannya Paket Oktober 1988 (Pakto 88). Peraturan ini memungkinkan bank untuk menetapkan langkah-langkah yang begitu mudah, sehingga dalam waktu singkat, jumlah bank telah menjamur
·         Bank dan sektor riil semakin terintegrasi ke dalam struktur kepemilikan seseorang atau sekelompok orang yang benar-benar dalm kondisi yang sama. Ini tidak terlalu banyak membawa dampak negatif jika aturan-aturan yang diberikan kondisi upheld. Adapun praktek bisnis yang buruk telah ditutupi oleh sebuah sistem politik tertutup otoriter dan korup. Jadi, ketika guncangan terjadi pada sendi otomatis bangunan bisnis politik, termasuk perbankan, juga ikut gemetar.
·         ANALISIS KONDISI DI PERBANKAN NASIONAL 2009
·         Selama periode di bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2008 tingkat pertumbuhan kredit tercatat hingga hampir 4 persen, angka ini menunjukan bahwa turun persenan menjadi hanya sekitar 2 persen pada periode di bulan Juli hingga sampai di bulan Desember 2008.
Memasuki 2009, pertumbuhan kredit minus 2,1 persen. Penurunan tingkat pertumbuhan hampir pasti akan juga ikut mengerek naik jumlah kredit bermasalah (NPL).
·         Penyebab melemahnya pertumbuhan kredit seretnya likuiditas. Satu hal yang antara lain menunjukkan pengurangan lebih dari dua kali kelebihan likuiditas dalam perekonomian yang membuat Sertifikat Bank Indonesia (SBI), fasilitas BI, dan fine tuning operation (FTO).
·         Beberapa minggu terakhir ini, likuiditas perekonomian adalah sedikit tertolong oleh suntikan-suntikan devisa dari negara-negara yang melakukan kesepakatan swap billateral dengan Indonesia, antara lain China. Dana tambahan dari 12 billion Dolar AS adalah juga dijadwalkan akan dihasilkan jika komitmen ASEAN Plus 3 dapat terwujud. Berbagai foto pertukaran ini akan langsung mengurangi tekanan pada likuiditas dalam negeri melalui mekanisme uang inti. Selain itu, suntikan dari luar, arus lalu lintas likuiditas dalam negeri juga akan dibantu oleh banyak partai demokratis pemilu yang kini dirayakan hinggar kebisingannya.
·         Masalahnya peningkatan aliran likuiditas belum tentu diterjemahkan dalam ekspansi kredit. Begitu juga dalam krisis global menyebabkan lebih takutnya segmentasi pasar perbankan domestik, yang menyebabkan suku bunga kredit komersial turun keras (tercatat dalam : Deviation BI Rate dan Suku Bunga Kredit).
·         Bank Indonesia sedang mencoba berbagai upaya terobosan untuk mengatasi masalah ini, termasuk upaya untuk menciptakan pengumpulan dana, dan itupun bukan tanda-tanda yang menggembirakan. Bankpun masih enggan untuk saling meminjamkan dana, karena profil risiko dari masing-masing yang belum sepenuhnya transparan. Solusi komprehensif segmentasi pasar perbankan cenderung menunggu sedikit lebih lama, sampai tercatat sahnya berlaku RUU Sistem Keuangan Network Security yang sampai saat ini masih berada di DPR.
·         Dengan berbagai masalah, tidak mengherankan bahwa laju pertumbuhan kredit pada tahun 2009 secara kumulatif sepanjang akan melambat di kisaran 15 % (persen). Demikian pula pada dana dengan tingkat perkiraan pihak ketiga yang hanya tercatat 11 % (persen).
·         Sejauh ini, perlambatan pertumbuhan kredit dan NPL tidak serius pemburukkan mempengaruhi sistem perbankan domestik fundamental ekonomi secara keseluruhan. Rata-rata, bank-bank domestik masih memiliki rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio – CAR) lebih dari cukup, dengan 17% (persen). Angka ini lebih jauh di atas tingkat minimum 8 persen. Bantal modal besar memungkinkan bank-bank domestik untuk menyerap berbagai risiko yang mungkin timbul selama 2009. Pada awal 2009, tingkatan NPL masih relatif terkendali dalam waktu kurang dari 5% (persen), meskipun harga itu sedikit meningkat dari 4% (persen) di akhir 2008.
·         Perbankan fundamental yang baik merupakan modal yang sangat berharga untuk berlayar pada tahun 2009. Tentu saja, pada tingkat operasi perbankan, perlu ada lebih banyak usaha untuk meningkatkan efisiensi yang masih dianggap cukup rendah di mana rasio masih BOPO untuk 80% (persen) serta pengelolaan risiko masing-masing bank. Karena, pengalaman baru-baru ini dalam kasus Indover dan Bank Century, karena runtuhnya bank seringkali disebabkan oleh pengelolaan risiko yang berantakan bahkan kriminal.
·         Dengan secara bersamaan, perbaikan dalam skala mikro ini harus disertai dengan upaya pada tingkat makro konsolidasi perbankan. Konsolidasi sering dilakukan melalui merger selain mengurangi masalah-masalah perbankan segmentasi pasar, juga akan mengurangi beban pengawasan otoritas moneter.
·         Upaya lain di tingkat makro perlu dilanjutkan dan bahkan memperkuat pemerintahan berhatihati kebijakan (peraturan kehati-hatian), termasuk dalam hal transaksi derivatif dan mata uang asing yang telah diadopsi. Kebijakan BI ini adalah salah satu yang harus menyelamatkan sistem perbankan nasional sejauh ini, sehingga perlu dilanjutkan dan bukan hanya menggeliat.